Sharing Belajar Berhitung Saat Menjadi Relawan

Beberapa tahun yang lalu saya membantu sebuah komunitas untuk mengajar secara sukarela di sana. Di sini muridnya merupakan anak-anak kaum marjinal yang ada di wilayah Pondok Labu. Komunitas ini namanya Sanggar Kami. Mengajar di sini merupakan salah satu bentuk ucapan syukur saya karena sudah diberikan berkat oleh Tuhan untuk dapat mengakses pendidikan.

Murid-murid yang ada sekitar 30-40an. Banyak sekali anak-anak yang masih belum bisa membaca, menulis, maupun berhitung. Peran saya di sini sebagai relawan pengajar membantu adik-adik untuk belajar berhitung.

Di Sanggar Kami ini anak-anaknya memiliki rentang usia antara 4 tahun sampai dengan 15 tahun. Sebagai relawan saya dituntut untuk bisa beradaptasi dalam mengajar adik-adik ini. Saya tidak memiliki latar belakang sebagai tenaga pengajar, namun saya percaya bahwa ketika kita ingin membantu dengan tulus, Tuhan pasti bukakan jalan. Puji Tuhan adik-adik ini bisa menerima materi pelajaran dengan baik.

Metode yang saya gunakan mudah saja. Pernah suatu kali untuk mengajar anak-anak berhitung saya menggunakan lidi atau sedotan. Untuk anak-anak yang sudah menginjak bangku SD, saya mengarahkan mereka untuk belajar berhitung perkalian menggunakan lidi ini. Kadang untuk anak yg memiliki kecerdasan visual, saya harus menggambarkan di papan tulis. Belajar matematika adalah tentang belajar konsep. Ketika anak-anak ini mengerti konsep perkalian, maka perkalian berapapun bisa digambar.

Ada juga anak-anak yang memiliki kecerdasan audio. Mereka ini lebih senang berupa nyanyian atau diucapkan berulang-ulang. Untuk lebih memudahkan anak-anak menghitung kadang juga saya menyanyikan lagu. Kadang juga saya membuka tablet dan menunjukkan video Youtube mengenai perkalian, penambahan dan pengurangan.

Ada juga anak-anak yang kalau dijelaskan pakai angka nggak nyambung, tapi kalau dijelaskan pake ilustrasi duit, langsung nyambung banget. Banyak banget deh pengalaman di lapangan ketika mengajar ini. Namun dari semua pengalaman saya mengajar, ada benang merah yang sama. Sebagai pengajar, kita harus sabar mengajari anak-anak.

Metode lain yang saya gunakan misalnya saya mengajak anak-anak untuk menghitung jumlah anak-anak yang hadir. Oh ya, berhubung di sini rentang umur adik-adik yang bervariatif, saya memotivasi anak yang sudah senior untuk mengajarkan yang lebih junior. Pelajaran yang dibantu pada umumnya si matematika. Saya juga terbantu sehingga kegiatan belajar mengajar menjadi lebih efektif.

Ada hal-hal yang sering terlewat oleh orang tua dan guru ketika mengajar anak. Baik itu mengajar anak di sekolah maupun di rumah. Pengajar suka lupa bagaimana cara mengapresiasi dan memuji anak-anak. Jujur saya selalu mengapresiasi dan memuji adik-adik yang saya ajar. Saya tahu, bahwa tiap orang memiliki kecerdasannya masing-masing sehingga saya tidak bisa memukul rata kecerdasan mereka. Namun ketika mereka mendapatkan pujian, saya melihat adik-adik ini rasa kepercayaan dirinya naik dan prestasinya meningkat. Sungguh suatu kebanggaan dan kebahagiaan tersendiri bagi saya ketika melihat ada progress yang baik secara akademik di sekolah.

Jangan pernah memberikan label bodoh kepada anak ketika kurang paham di mata pelajaran berhitung. Seperti yang saya bilang di awal, tiap anak mungkin memiliki kemampuan dan minat yang berbeda. Mungkin minat dia bukan di matematika, tapi di seni. Saya secara pribadi tidak akan memaksakan anak tersebut. Tapi saya berusaha untuk negosiasi dengan anak. Salah satu cara yang saya pakai adalah dengan mengajar anak ini menggambar dulu baru setelahnya masuk ke materi berhitung. Semoga sharing ini bisa menginspirasi teman-teman semua. Tuhan berkati!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.